HUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF
A.
Titik
Persamaan
Ilmu kalam, filsafat", dan tasawuf
mempunyai kemiripan objek kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala
sesuatu vang berkaitan dehgan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan
di samping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu
objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya.
Jadi, dilihat dari aspek objeknya, ketiga ilmu itu membahas masalah yang
berkaitan dengan ketuhanan. Baik ilmu kalam, filsafat, maupun tasawuf berurusan
dengan hal yang sama, yaitu kebenaran.
Ilmu kalam, dengan metodenya sendiri berusaha
mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan
wataknya sendiri pula, berusaha menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun
manusia (yang belum atau tidak dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan karena
berada di luar atau di atas jangkauannya), atau tentang Tuhan. Sementara itu,
tasawuf juga dengan metodenya yang tipikal-berusaha mehghampiri kebenaran yang
berkaitan, dengan perjalanan spiritual menuju Tuhan.
B.
Titik Perbedaan
Perbedaan di antara ketiga ilmu tersebut
terletak pada aspek metodologinya. Ilmu kalam, sebagai ilmu yang menggunakan
logika di samping argumentasi-argumentasi naqliah- berfungsi untuk mempertahankan
keyakinan ajaran agama. Pada dasarnya ilmu ini menggunakan metode dialektika
(jadaliah) dikenal juga dengan istilah dialog keagamaan. Sebagai sebuah dialog
keagamaan, ilmu kalam berisi keyakinan-keyakinan kebenaran agama yang
dipertahankan melalui argumen-argumen rasional. Sebagian ilmuwan bahkan
mengatakan bahwa ilmu ini berisi keyakinan-keyakinan kebenaran, praktek dan
pelaksanaan ajaran agama, serta pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan
pendekatan rasional.
Sementara itu, filsafat adalah sebuah
ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Metode yang
digunakannya pun adalah metode rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan
cara menuangkan (mengembarakan atau mengelanakan) akal budi secara (mengakar)
dan integral (menyeluruh) serta universal (mengalam); tidak merasa terikat oleh
ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bemama logika. Peranan
filsafat sebagaimana dikatakan Socrates adalah berpegang teguh pada ilmu
pengetahuan melalui usaha menjelaskan konsep-konsep (the gaining of'conceptual
clarity).
Berkenaan dengan keragaman kebenaran
yang dihasilkan oleh kerja logika maka di dalam filsafat dikenal apa yang
disebut kebenaran korespondensi. Dalam pandangan korespondensi, kebenaran
adalah persesuaian antara pernyataan fakta dan data itu sendiri. Dengan bahasa yang
sederhana, kebenaran adalah persesuaian antara apa yang ada di dalam rasio
dengan kenyataan sebenamya di alam nyata.
Di samping kebenaran korespondensi, di
dalam filsafat juga dikenal kebenaran koherensi. Dalam pandangan koherensi,
kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pertimbangan baru dan suatu
pertimbangan yang telah diakui kebenarannya secara umum dan permanen. Jadi,
kebenaran dianggap tidak benarkalau tidak sesuai dengan kebenaran yang dianggap
benar oleh ulama urnum.
Di samping dua macam kebenaran di atas,
di dalam filsafat dikenal juga kebenaran pragmatik. Dalam pandangan
pragmatisme, kebenaran adalah sesuatu yang bennanfaat (utility) dan mungkin
dapat dikerjakan (workability) dengan dampak yang memuaskan. Jadi, sesuatu akan
dianggap tidak benar kalau tidak tampak manfaatnya secara nyata dan suiit untuk
dikerjakan.
Adapun ilmu tasawuf adalah ilmu yang
lebih menekankan rasa daripada rasio. Sebagai
sebuah ilmu yang prosesnya diperoleh dan rasa, ilmu tasawuf bersifat sangat
subjektif, yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang. Itulah sebabnya,
bahasa tasawuf sering tampak aneh bila dilihat dari aspek rasio. Hal ini karena
pengalaman rasa sangat sulit dibahasakan.
Pengalaman rasa lebih mudah dirasakan
langsung oleh orang yang ingin memperoleh kebenarannya dan mudah digambarkan
dengan bahasa lambang, sehingga sangat interpretable (dapat diinterpretasikan bermacam-macam).
Sebagian pakar mengatakan bahwa metode ilmu tasawuf adalah intuisi, atau ilham,
atau inspirasi yangdatang dan tuhan.
Kebenaran yang dihasilkan ilmu tasawuf
dikenal dengan istilah kebenaran hudhuri, yaitu suatu kebenaran yang objeknya
datang dari dalam diri subjek sendiri. Ilmu seperti ini dalam sains dikenal dengan
ilmu yang diketahui bersama atau tacit knowledge, dan bukan ilmu
proporsional.
Dilihat dari aspek aksiologi
(manfaatnya), teologi di antaranya berperan sebagai ilmu yang mengajak
oranevang baru untuk mengenal rasio sebagai upaya mengenal Tuhan secara
rasional. Adapun filsafat, lebih berperan sebagai ilmu yang mengajak kepada orang
yang mempunyai rasio secara prima untuk mengenal Tuhan secara lebih bebas
melalui pengamatan dan kajian alam dan ekosistemnya langsung. Dengan cara ini,
orang yang telah mempunyai rasio sangat prima diharapkan dapat mengenal Tuhan
secara meyakinkan melalui rasionya.Adapun tasawuf lebih berperan sebagai ilmu
yang memberi kepuasan kepada orang yang telah melepaskan rasionya secara bebas
karena tidak memperoleh apa yang ingin dicarinya.
Sebagian orang memandang bahwa ketiga
ilmu itu memiliki jenjang tertentu. Jenjang pertama adalah ilmu kalam, kemudian
filsafat dan yang terakhir adalah ilmu tasawuf.
C.
Titik
Singgung Antara Ilmu Kalam Dan Ilmu Tasawuf
Ilmu kalam, sebagaimana telah
disebutkan terdahulu, merupakan disiplin ilmu keislaman yang mengedepankan pembicaraan
tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini biasanya
mengarah pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik
rasional (aqliyah) maupun naqtiyah. Argumentasi rasional yang dimaksudkan
adalah landasan pemaliaman yang cenderung menggunakan metode berpikir
filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi
berupa dalil-dalil Quran dan Hadis. Ilmu kalam sering menempatkan dirinya pada
kedua pendekatan ini (aqli dan naqli). Jika pembicaraan ilmu kalam ini hanya
berkisar pada keyakinan-keyakinan yang harus dipegang oleh umat Islam, tanpa
argumentasi rasional, ilmu ini lebih spesifik mengambil bentuk sendiri dengan
istilah ilmu tauhid.
Pembicaraan materi yang tercakup dalam ilmu
kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniah). Sebagai contoh, ilmu
tauhid menerangkan bahwa Allah bersifat sama' (Mendengar), Bashar (Melihat), Kalam
(Berbicara), Iradah (Berkemauan), Qudrah (Kuasa), Hayat (Hidup), dan
sebagainya. Namun, ilmu kalam atau ilmu tauhid tidak menjelaskan bagaimanakah
seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan melihathya;
Bagaimana pula perasaan hati seseorang ketika membaca Al-Quran; Dan bagaimana
seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari
Qudrah (Kekuasaan) Allah ?
Pertanyaan ini sulit terjawab apabila
hanya melandaskan diri pada ilmu tauhid atau ilmu kalam. Biasanya, yang
membicarakan tentang penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan manusia adalah
ilmu tasawuf. Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai-nilai akidah
dengan memperhatikan bahwa persoalan tadzawwuq (bagaimana merasakan) tidak saja
termasuk dalam lingkup hal yang sunah atau, dianjurkan,tetapi justru termasuk
hal yang diwajibkan.
As-Sunnah memberikan perliatian yang
begitu besar terhadap masalah tadzcnvwuq. Ini tampak pada Hadis Rasul yang
dikutip dari Said Hawwa: "Yang merasakan imun adalah orang yang rida
kepada Allah sebagai Tuhan, rida kepada islam sebagai agama, dan rida kepada
Muhammad sebagai Rasul". Dalam Hadis lain, Rasulullah pun pernah mengungkapkan,
"Ada tiga perkara yang mengakibatkan seorang dapat merasakan lezatnya
iman: Orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lain; Orang yang
mencintai hamba karena Allah; dan orang yang lakut kembali kepada kekufuran,
seperti ketakutannya untuk dimasukkan ke dalam api neraka.
Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan
iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya.
Adapun pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan
keyakinaridan ketentraman, serta upaya menyelamatkan diri dari kemunafikan.
Tidaklah cukup bagi seseorang yang hanya mengetahui batasan-batasannya. Hal ini
karena terkadang seseorang yang sudah tahu batasan-batasan kemunafikan pun
tetap saja melaksanakannya. Allah berfirman:
ÏMs9$s% Ü>#{ôãF{$# $¨YtB#uä ( @è% öN©9 (#qãZÏB÷sè? `Å3»s9ur (#þqä9qè% $oYôJn=ór& $£Js9ur È@äzôt ß`»yJM}$# Îû öNä3Î/qè=è% ( bÎ)ur (#qãèÏÜè? ©!$# ¼ã&s!qßuur w Nä3÷GÎ=t ô`ÏiB öNä3Î=»yJôãr& $º«øx© 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÊÍÈ
Artinya:"Orang-orang
Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu
belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk
ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan
mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang."
Ath-Thabrani, dalam kitab Al-Kabir,
meriwayatkan Hadis sahih dari Ibnu Umar r.a. la berkata:
Artinya:"Pada
sualu hari saya bersama-sama dengan Nabi. Beliau didatangi oleh Hurmalah bin
Zaid. la duduk di hadapan Nabi seraya berkata, 'Wahai Rasulullah, iman itu di sini
(sambil mengisyaratkan pada lisannya) dan kemunafikan itu di sini (seraya
menunjuk dadanya). Kami tidak pernah mengingat Allah, kecuali sedikit. Rasulullah mendiamkannya, maka Hurmalah
mengulangi ucapannya tadi, lalu Rasulullah SAW. memegang Hurmalah seraya
berdoa: 'Ya Allah jadikanlah untuknya lisan yang jujur dan hati yang bersyukur, kemudian jadikan dia
mencintai orang yang cinta kepadaku. dan jadikanlah urusannya baik'. Kemudian
Hurmalah berkata, 'Wahai Rasulullah aku mempunyai banyak lemon yang munafik,
dan aku adalah pemimpin mereka, tidakkah aku akan memberi tahu nama-nama mereka
kepadamu?' Rasulullah SAW. menjawab, 'Siapa yang datang kepada kami. kami akan
mengampuninya sebagaimana kami mengampunimu, dan siapa yang berketetapan hati
untuk melaksanakan agamanya, maka Allah lebih ulama baginya, janganlah menembus
tirai (hati) seseorang !"
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu
tasawuf berfungsi sebaagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahamah kalam.
Penghayatan yang mendalam lewat hati (dzauq dan widfan) terhadap ilmu tauhid
atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku.
Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan penyempurna tauhid jika dilihat bahwa
ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniyah dari ilmu tauhid.
Ilmu kalam pun berfungsi sebagai
pengendali ilmu tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang
bertentangan dengan akidah atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan
dengan Al-Quran dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau
penyelewengan Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam Al-Quran
dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama-ulama salah hal itu
harus ditolak.
Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai
fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam.
Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah
ilmu yang mengandung muatan rasional di samping muatan naqliyali. Jika tidak
diimbangi oleh kesadaran rohaniah, ilmu kalam dapat bergerak kearah yang lebih
liberal dan bebas. Di sinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah, yang
kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qabliyah (hati).
Bagaimanapun amalan-amalan tasawuf
mempunyai pengaruh yang besar dalam ketauhidan. Jika rasa sabar tidak ada,
misalnya, muncullah kekufuran. Jika rasa syukur sedikit, lahirlah suatu bentuk
kegelapan sebagai reaksi. Begitu juga ilmu tauhid dapat, memberikan kontribusi kepada
ilmu tasawuf. Sebagai contoh jika cahaya tauhid telah lenyap akan timbullah
penyakit-penyakit kalbu, seperti ujub, congkak, riya, dengki, hasud, dan sombong.
Andaikata manusia sadar bahwa Allah-lah yang memberi, niscaya rasa hasud dan
dengki-akan sirna. Kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya
tidak akan ada rasa sombong. Kalau saja manusia sadar bahwa dia betul-betui
hamba Allah, niscaya tidak akan ada perebutan kekuasaan. Kalau saja manusia
sadar bahwa Allah-lah pencipta segala sesuatu, niscaya tidak akan ada sifat
ujub dan riya. Dari sinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama
dalam pendakian menuju Allah (pendakian para kaum sufi).
Dengan ilmu tasawuf, semua persoalan
yang berada dalam kajian ilmu tauhid terasa lebih bermakna, tidak kakum, tetapi
lebih dinamis dan aplikatif.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Al-Maqhad Al-Asna Fi Syarh Al-Asma Allah Al-Husna,
Terj. Ilyas Hasan, Mizan, Bandung, 1996, hal.73-74.
Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat Dan Agama,
PT. bina ilmu, Surabaya, 1990, hal.174.